Dalam Agresi
Militer Belanda, semua kota dengan mudah dikuasai. Hanya ada sedikit kota,
misalnya Surabaya, yang harus digempur dengan bantuan kapal perang dan pesawat
tempur. Cukuplah pasukan darat. Namun pasukan infantri Belanda, meski dalam
jumlah besar dengan didukung senjata modern dan kendaraan lapis baja, gagal
memasuki kota Tegal. Kegagalan Belanda menyerang Tegal dari darat membuat
mereka mengerahkan kapal perang dan pesawat tempur. Pada tanggal 25 Juli 1947
kota Tegal dihujani tembakan meriam dari laut oleh dua kapal perang Belanda. Bombardir
meriam terhadap pelabuhan Tegal tidak memberikan hasil yang memuaskan. Belanda
gagal mendaratkan pasukannya ke pantai Tegal. Sudah dibantu kapal perang, masih
gagal juga.
Pasukan infantri
Belanda gagal merebut kota Tegal pada tanggal 25 Juli 1947 sehingga mereka
minta bantuan angkatan udara yg kemudian mengerahkan satu pesawat pengebom dan
tiga pesawat tempur. Dari udara, pesawat pengebom menjatuhkan bom-bom maut di
atas kota Tegal. Berbekal ilmu perang yang diajarkan Jepang, pejuang-pejuang
kita bisa menyelamatkan diri. Belanda tidak perduli jika bom-bom tsb mengenai
warga sipil. Tiga pesawat tempur Belanda seperti tak berguna. Karena sulit
menentukan posisi pejuang, pesawat-pesawat itu menghambur-hamburkan peluru
secara ngawur saja, Saat itulah seorang warga sipil, yg sudah puluhan tahun dihidupi
oleh bumi Tegal, berkhianat dengan memberi tanda lokasi kedudukan pejuang kita.
Pesawat Belanda menyambut tanda itu dengan memuntahkan peluru maut ke tempat
tersebut. Untunglah pesawat tempur
Belanda berhasil diusir oleh regu anti
serangan udara. Dua regu pejuang anti serangan udara ini ditempatkan di Slerok
dan di dekat SMA 2 Tegal sekarang. Sampai sejauh ini pejuang kita masih sanggup
mempertahankan kota Tegal dari gempuran dahsyat
tentara Belanda.
Setelah seharian menyerang
kota Tegal namun gagal, pada tanggal 26/7/1947 tentara Belanda mengerahkan
pasukan besar-besaran dengan bantuan sebuah pesawat pengebom dan 3 pesawat
pemburu serta tambahan satu kapal perang lagi (total ada 3 kapal perang).
Karena pertahanan markas ALRI Tegal sulit ditembus, Belanda menyerang pantai
yang jauh dari tempat itu. Maka pantai Muarareja menjadi sasaran meriam kapal
perang Belanda. Entah sengaja entah
tidak, peluru meriam ini banyak ditembakkan ke tambak-tambak bandeng di
Muarareja. Setelah merasa aman, kapal perang tsb mendaratkan puluhan tank dan
kendaraan militer ke pantai Muarareja. Pejuang Tegal tidak menghambat gerakan
musuh ini karena taktik perangnya telah diubah menjadi strategi “kota terbuka”.
Meskipun Belanda
sudah meningkatkan serangannya atas kota Tegal, tidak ada tanda-tanda pejuang
mau menyerah. Namun pejuang mengkhawatirkan keselamatan warga sipil. Masih
banyak warga sipil yang belum sempat mengungsi. Bom-bom yang dijatuhkan oleh
pesawat tempur Belanda dan peluru yang dihambur-hamburkan oleh senapan mesin
musuh menimbulkan korban jiwa di pihak rakyat yang tak berdosa. Apa gunanya
menang perang bila banyak jatuh korban ? Oleh karena itu markas pejuang Tegal
mengirim surat kepada pimpinan tentara Belanda yang isinya menyatakan Tegal
sebagai kota terbuka. Dengan demikian berlaku hukum internasional yang menjamin
keamanan warga sipil, sementara pejuang Tegal harus meninggalkan kota tsb
sedangkan Belanda bebas memasukinya. Demikianlah, pada hari Sabtu tanggal 26
Juli 1947 (bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan) jam setengah empat sore kota
Tegal, yg sudah dibumi hanguskan pejuang, jatuh ke tangan Belanda.
Sekalipun Belanda
berhasil menguasai kota Tegal, namun mereka tidak berani jauh-jauh dari markas.
Patroli adalah tugas yang sangat berbahaya karena merupakan sasaran empuk
bagi pejuang. Bersembunyi dalam tank
tidak menjamin keselamatan nyawa karena bisa saja seorang pemuda tahu-tahu
sudah ada di dekat kendaraan lapis baja itu dan melemparkan granat ke dalamnya.
Bahkan pernah ada laporan seorang (gila menurut Belanda) nekat menyerang tank
dengan parang ! Pejuang Tegal membuat Belanda frustasi. Tiap hari ada saja
tentara Belanda yang harus diantar ke “kerkoff” (kompleks pemakaman Belanda,
terletak di Jalan Hang Tuah, Tegalsari, sekarang menjadi kuburan Cina dengan
nama tetap “kerkof”). Tak mengherankan jika Belanda hanya sanggup menguasai
kota ini selama 2,5 tahun saja. Kelak pada tanggal 4 Jan 1950 semua pejuang
Tegal masuk kembali ke kotanya dengan disambut kibaran Merah Putih di seluruh
penjuru wilayah. Tak terlukiskan kegembiraan warga Tegal yang berdiri di sepanjang jalan.menyambut
kedatangan pahlawan-pahlawannya.
Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab.
Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar