Kamis, 26 Juni 2014

Akibat Meremehkan Pejuang

Pasukan pejuang pimpinan Lettu Suryadi sangat ditakuti tentara Belanda. Hal ini membuat penasaran sejumlah tentara Belanda. Apanya yang hebat, sih ? Demikian pikiran Belanda tsb. Sebanyak lebih dari 20 orang tentara Belanda pemberani berkumpul untuk menyusun rencana jitu guna menghabisi pasukan Suryadi. “Kita ke markas pejuang jangan pakai kendaraan karena suara mesinnya sudah terdengar dari jauh. Pejuang akan kabur sebelum kendaraan kita tiba”. Demikian keputusan tentara Belanda dan ternyata benar : tanpa diketahui oleh pejuang pada suatu pagi di bulan Oktober 1947 pasukan Suryadi dikepung tentara Belanda tsb. Dengan persenjataan canggih tentara Belanda melakukan serangan mendadak hingga membuat pasukan Suryadi kocar-kacir dan melarikan diri. Belanda girang atas keberhasilan serangan tersebut. “Cuma segini kehebatan pejuang yang ditakuti kawan-kawan kita ?” sindir Belanda.

Meski tercerai-berai namun pasukan Suryadi dengan cepat berkumpul lagi. Hal ini di luar dugaan Belanda mengingat sarana komunikasi pejuang sangat terbatas. Rupanya pejuang kita ini sangat pintar, jauh-jauh hari ia memerintahkan anak buahnya begini : jika markas pertama jatuh ke tangan Belanda, kita segera berkumpul di markas kedua; jika markas kedua jatuh, kita secepatnya berkumpul di markas ketiga, dan seterusnya. Kepintaran Lettu Suryadi tidak hanya sampai di sini saja. Otaknya yg encer bekerja keras mengolah informasi sekitar kejadian yg baru saja dialaminya itu.

Setelah mengumpulkan semua anak buahnya yang tercerai-berai akibat disergap tentara Belanda, Lettu Suryadi berpikir keras. Mengapa kedatangan tentara Belanda tidak diketahui pejuang ? Pasti Belanda berjalan kaki sehingga pejuang tidak mendengar suara kendaraan. Kalau berjalan kaki, rute mana yang akan diambil tentara Belanda itu untuk pulang ? Antara markas Belanda dan markas pejuang ada sungai Cinanas yg cukup lebar, tentara Belanda itu pasti menyeberanginya. Jika berjalan kaki, di mana tentara Belanda akan menyeberangi sungai Cinanas?
Tidak butuh waktu lama bagi Lettu Suryadi untuk menentukan lokasi penyeberangan tentara Belanda. Ia memerintahkan anak buahnya untuk segera menuju lokasi tsb. “Cepat sembunyi sebelum tentara Belanda datang ! Jangan menyerang sebelum ada aba-aba dariku !” perintahnya....(bersambung)

Berkat kecerdasannya, Lettu Suryadi bisa memperkirakan lokasi penyebarangan tentara Belanda. Perkiraannya tepat, tentara Belanda yang belum lama ini menyergapnya tiba di tepi sungai. Belanda-Belanda itu tidak mengira bahwa pasukan pejuang yang baru saja dibuatnya kocar-kacir kini sedang mengintai. Tanpa curiga tentara Belanda menyeberangi sungai, bahkan dengan bersenda gurau. Mereka pikir telah berhasil menghancurkan pasukan Suryadi. Ketika rombongan tentara penjajah itu ada di tengah sungai, pejuang kita menyerangnya. Paniklah Belanda : mau tiarap tidak bisa karena di tengah sungai; mau maju atau mundur sulit karena jauh dari tepian; mau berlindung tidak ada tempat perlindungan karena air semua. Jalan satu-satunya bagi Belanda untuk menyelamatkan diri adalah menjadikan temannya sebagai perisai : pegangi erat-erat tubuh temannya sambil bergerak mundur, biarkan peluru menembus tubuh temannya itu asalkan dirinya selamat.

Pertempuran di Sungai Cinanas membuktikan mengapa pasukan pejuang pimpinan Lettu Suryadi sangat ditakuti Belanda. Pasukan ini semula disergap Belanda dan kocar-kacir namun dengan cepat membuat serangan balasan. Itulah akibat meremehkan kemampuan pejuang kita. Hasil pertempuran ini membuat Belanda marah besar : 15 tentara Belanda tewas, 7 di antaranya ditinggal lari oleh kawan-kawannya. Belanda baru berani kembali untuk mengambil ke-7 jenazah tentaranya itu dua hari kemudian dalam keadaan sudah busuk. Warga sekitar lokasi pertempuran yang semula pro-Belanda kini mendukung pejuang-pejuang Indonesia.

Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Siasat Licik Belanda

Kekalahan Belanda dalam perang di Bumijawa (lihat “Surat dari Jendral Sudirman”) membuat Letkol Moh. Susman, komandan Markas Pimpinan Perlawanan Rakyat (MPPR) Tegal, menjadi orang nomor satu yang diincar penjajah itu. Gagal membunuh Susman, Belanda memburu keluarganya. Mata-mata Belanda melaporkan bahwa Letkol Susman memiliki keluarga di desa Balapulang, Tegal. Anggota keluarga tsb ada 6 orang, dan semuanya wanita. Kayaknya mudah ditangkap nih, mungkin begitu pikiran Belanda. Kalau wanita-wanita tsb sudah ditangkap maka akan dijadikan sandera agar Letkol Susman menyerah. Belanda mengerahkan tentaranya untuk menduduki Balapulang dan menangkap ke-6 wanita tsb. Tidak sulit merebut Balapulang, juga tidak sulit mengepung rumah keluarga Letkol. Susman, tetapi Belanda gagal menangkap satu pun dari wanita-wanita itu. Perburuan pun dimulai.

Belanda memburu enam orang wanita keluarga Letkol Susman, pemimpin pejuang Tegal. Keenam wanita itu melakukan perjalanan panjang dan sembunyi-sembunyi menuju ke Bumijawa, markas pejuang Tegal. Bantuan warga desa sangat menolong mereka ketika Belanda menghadangnya. Hal ini membuat Belanda putus asa dan menghalalkan kelicikan guna mencelakai wanita-wanita yang tak ada kaitannya dengan peperangan itu. Belanda menyebarkan gosip bahwa ada enam orang wanita mata-mata Belanda dengan tugas utama mencari lokasi persembunyian Letkol Susman.
Demikianlah, pada suatu hari ada berita kilat bahwa Belanda menyebarkan 6 orang wanita sebagai mata-mata. Secara kebetulan pula, patroli pejuang menangkap 6 orang wanita. Kecurigaan bahwa mereka mata-mata makin kuat karena ke-6 wanita tersebut mencari-cari Letkol. Susman.

Jika ada pertanyaan berapa jumlah personil pejuang kita ? Belanda lebih tahu jawabannya dari pada pejuang itu sendiri. Berapa jumlah senjata yang dimiliki pejuang ? Belanda lebih tahu dari pada pejuang itu sendiri. Apa jenis-jenis senjata yang dimiliki pejuang ? Belanda lebih tahu dari pada pejuang itu sendiri. Itu semua hasil kerja mata-mata Belanda. Mata-mata Belanda sangat dbenci oleh pejuang dan rakyat Indonesia saat itu hingga melahirkan fenomena “jaman bersiap”. Jika rakyat mencurigai seseorang sebagai mata-mata Belanda, maka mereka akan berteriak : “siap !”. Sebagai balasannya, saat itu juga dari segala penjuru akan segera terdengar teriakan serupa. Teriakan ini menjadi aba-aba semua warga untuk mengepung orang yg dicurigai itu. Orang itu diinterogasi dan digeledah, jika ditemukan bukti sedikit saja yang menunjukkan hubungan orang itu dengan Belanda, maka habislah sudah. Ia menjadi bulan-bulanan warga hingga mati mengenaskan. Aksi main hakim sendiri ini bisa dipicu oleh hal-hal sepele, misal orang yg dicurigai itu menyimpan uang gulden atau pada pakainnya ada unsur warna merah-putih-biru (bendera Belanda). Banyak orang tak bersalah, baik pria maupun wanita, menjadi korban “jaman bersiap” itu. Bagaimana nasib enam orang wanita keluarga Letkol Susman yang tertangkap pejuang dan dituduh mata-mata Belanda itu ?

Keenam wanita yang dituduh mata-mata Belanda menjalani interogasi yang menegangkan. Mereka mengaku sebagai keluarga Letkol Susman, sayang tidak bisa memberikan bukti. Parahnya, tak ada yang mengenal mereka. Letkol Susman sendiri tidak diketahui keberadaannya. Mereka dituduh mata-mata penjajah berdasarkan informasi bahwa Belanda menyebarkan 6 orang wanita sebagai mata-mata untuk mencari lokasi markas Letkol. Susman. Informasi itu cocok : jumlahnya 6 orang, semua wanita dan mencari-cari Letkol. Susman. Pejuang yang sangat membenci mata-mata hampir tak dapat menahan emosi menghadapi perdebatan yang bertele-tele. Bagaikan mimpi menyeramkan, wanita-wanita itu frustasi. Mereka tidak tahu mana yang lebih buruk : ditangkap Belanda atau ditangkap pejuang yang menuduhnya mata-mata. Pada detik-detik yang menegangkan itu muncul seorang staf markas pejuang. Orang yang baru datang ini heran mengapa anggota-anggota keluarga Susman diperlakukan dengan kasar. Ketegangan mencair setelah staf tersebut meyakinkan bahwa benar ke-6 wanita itu adalah keluarga Letkol Susman. Wanita-wanita itu bernafas lega. Mimpi buruk telah berakhir. Siasat licik Belanda gagal total.

Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Asesoris Unik Senapan Pejuang

Kaum wanita tidak mau berpangku tangan melihat kaum pria berjuang mempertahankan kemerdekaan. Mereka menyediakan makanan untuk pejuang. Bila ada di dekat desa, pejuang tak perlu mengkhawatirkan masalah konsumsi. Ibu-ibu dengan senang hati menyiapkan makanan yang bahkan mereka sendiri jarang memakannya karena mahal. Seringkali pejuang harus menyingkir jauh-jauh dari desa dan masuk ke tengah hutan. Kalau sudah begini, sulit mencari makanan yg bergizi namun praktis. Masalah ini dipecahkan oleh ide cerdas kaum ibu : ketupat, salah satu makanan kesukaan orang Tegal. Jadi jangan heran bila senapan pejuang kita dihiasi asesoris unik. Ketupat bergelantungan di ujung senapan, bila lapar ambil satu bungkus. Praktis, tinggal buka dan “lep”. Bergizi : kaya karbohidrat sumber energi untuk bertempur

Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Tebak-Tebakan : Siapa Gelandangan Itu ?

Markas pejuang melarang pemuda yang fisiknya kurang untuk maju ke medan perang. Jadi petani saja, nanti berasnya bisa disediakan untuk pejuang. Menyediakan makanan untuk pejuang sama pentingnya dengan maju perang. Demikian bujukan pimpinan markas pejuang kepada pemuda-pemuda tsb. Pada hari-hari biasa, mereka memang menjadi petani. Tetapi ketika jiwa patriotismenya terpanggil mereka berubah menjadi......gelandangan dekil. Dengan berselimut sarung lusuh gelandangan itu berkeliaran sampai ke kota Tegal yang diduduki Belanda. Entah darimana dan bagaimana caranya, si gelandangan memperoleh banyak peluru yang kemudian disembunyikan dibalik sarung dekilnya. Peluru-peluru ini kemudian diserahkan kepada pejuang kita. Maut mengancam mereka jika ketahuan patroli atau pos-pos penjagaan Belanda

Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Tebak-Tebakan : Apa Yang Dijual Pedagang Itu ?

Dengan jatuhnya kota Tegal ke tangan penjajah Belanda (26 Juli 1947) maka Rumah Sakit Kardinah menjadi tempat merawat tentaranya yang luka. Pastilah Kardinah penuh dengan orang Belanda mengingat pejuang kita rajin sekali menyerang mereka. Sebagai obyek vital, rumah sakit ini dijaga ketat oleh tentara Belanda. Ketatnya penjagaan tidak menyiutkan nyali seorang pedagang pikulan. Ia berasal dari luar kota, berdagang sampai ke daerah yang dikuasai Belanda, bahkan masuk ke Rumah Sakit Kardinah. Ia menawarkan makanan kepada karyawan Kardinah. Setelah merasa tak ada lagi pembeli, ia kembali ke luar kota, tentunya dengan melewati pos penjagaan Belanda. Coba tebak apa yang dijualnya ? Makanan ? Benar, tapi itu ketika ia masuk Kardinah. Ketika keluar dari rumah sakit ini jawaban tsb kurang tepat. Mengapa ? Karena sekarang pikulannya banyak berisi obat-obatan. Sumbangan dari karyawan-karyawan Kardinah untuk pejuang, jelasnya. Seandainya ketahuan Belanda, jangan ditanya bagaimana nasib si pedagang dan karyawan-karyawan Kardinah itu

Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Jasa Soegidjarwoto Dalam Bidang Kesehatan Pejuang Tegal

Di masa perang mempertahankan kemerdekaan, tenaga medis sangat dibutuhkan. Untuk daerah gerilya Tegal, Letda W. Soegidjarwoto merupakan satu-satunya tenaga yang aktif di bidang kesehatan. Dengan peralatan yang sangat sederhana beliau berhasil mendirikan rumah sakit darurat untuk merawat pejuang yang terluka. Meskipun serba kekurangan fasilitas, beliau berhasil memanfaatkan pelepah pisang kering untuk membalut luka. Dua balai pengobatan yang berhasil didirikan adalah yang terletak di Desa Karanggoleng, dipimpn sendiri oleh beliau, dan di Desa Dukuhliwung yang dipimpin oleh Moh. Sidik.

Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Operasi Militer Belanda Menangkap "Teroris"

Pasukan Belanda menyerbu sebuah desa untuk menangkap pejuang-pejuang yang dianggap sebagai teroris. Kepala desa memprotes tindakan Belanda. Di sini tidak ada pejuang, teroris, ekstrimis atau apa pun namanya, protes kepala desa. Operasi militer dilanjutkan tanpa memperdulikan protes tsb. Mereka melakukan penangkapan besar-besaran. Semua tawanan diangkut dengan truk. “Siapa saja warga saya yang ditangkap ?” tanya kepala desa. “Lihat saja sendiri di atas truk,” jawab Belanda. Inilah “teroris-teroris” yang berhasil ditangkap Belanda : sejumlah besar ayam dan bebek, beserta telur-telurnya, juga sapi, kerbau dan kambing. “Bilang saja mau merampas makanan, jangan pakai dalih mau menangkap teroris segala.” gerutu kepala desa.