Kamis, 14 Agustus 2014

Rambo Beraksi di Brebes

Bila membaca sejarah perang kemerdekaan di Tegal dan Brebes, kita akan menemui seorang tokoh pejuang. Namanya Murdjan Komara, hobinya menghadang patroli Belanda. Sebagian anak buahnya ada yang merupakan bekas maling dan Murdjan Komara akan membunuhnya bila berani mencuri dari rakyat. Ia sangat membenci penghianat bangsa, di antaranya adalah pamannya sendiri dan seorang asisten wedana Brebes. Bagaikan Rambo ia beraksi menyusup ke rumah kedua pengkhianat itu dan membunuh mereka. Jangan pernah jadi pengkhianat bangsa, demikian pesannya.

Menara air minum merupakan bangunan tertinggi di Brebes pada jaman perang kemerdekaan. Di atas puncaknya, Belanda mengibarkan bendera Merah-Putih-Biru ukuran besar. Bendera penjajah ini berkibar dengan sombongnya di ketinggian yang bisa dilihat oleh banyak penduduk Brebes. Sebagai obyek vital, menara air minum tersebut dijaga tentara Belanda. Suatu pagi tentara Belanda marah dan terpaksa memberondong bendera tersebut hingga robek-robek. Apa yang terjadi ? Bendera sombong itu telah kehilangan warna birunya; yang berkibar dengan gagah di atas sana adalah Merah-Putih ! Malam sebelumnya, pejuang kita Murdjan Komara beraksi bagaikan Rambo menyusup ke kompleks menara, melumpuhkan tentara Belanda dan merobek bagian bendera yang berwarna biru.

Ulah Murdjan Komara memusingkan tentara Belanda yang menjajah Brebes. Belanda mengeluarkan sayembara yang isinya hadiah uang 12 ribu gulden bagi siapa saja yang bisa menangkapnya, hidup atau mati. Sayembara ini disambut antusias oleh seorang polisi Belanda asal Indonesia, Djamhari. Polisi ini mengerahkan anak buahnya untuk menangkap Murdjan Komara. Sebaliknya, Murdjan Komara berusaha menculik Djamhari. Usaha menculik Djamhari gagal karena ia selalu tidur di markas tentara Belanda yang dijaga ketat. Suatu siang mata-mata Belanda mengabarkan bahwa Murdjan Komara sedang makan di sebuah warung di daerah pendudukan Belanda. Djamhari tidak menyia-nyiakan kesempatan ini; bersama puluhan anak buahnya ia mengepung warung tersebut. Apakah ini akhir riwayat Rambo kita ?

Murdjan Komara yang sedang makan di warung dikepung polisi Belanda. Sekali lagi, Murdjan Komara menunjukkan aksi Rambo-nya dan berhasil lolos. Dalam pergumulan, dompet Murdjan Komara terjatuh. Belanda menyita dompet tersebut, siapa tahu ada informasi penting tentang lokasi persembunyian Murdjan Komara. Benar saja, sebuah surat penting yang ditanda tangani Murdjan Komara ditemukan dalam dompet itu. Namun Belanda terkejut karena surat itu berisi ucapan terima kasih atas pengiriman beberapa dus peluru bantuan dari Djamhari kepada pejuang Indonesia. Akibatnya, Djamhari dihukum tembak mati oleh militer Belanda.

Perstiwa pengepungan tsb sebenarnya sudah direncanakan oleh Murdjan Komara. Ia menuls surat palsu yang sengaja dijatuhkan. Berkat surat palsu itu ia bisa mengakhiri riwayat hidup Djamhari, si pengkhanat.

Banyak jasa yang dibuat Murdjan Komara dalam perjuangan kemerdekaan negeri kita. Namun, ia terjerumus ke dalam komunis PKI. Sewaktu G 30 S PKI meletus, tamatlah riwayat Rambo asal Brebes itu. Sayang seribu sayang.

Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar