Kamis, 31 Oktober 2013

Penyergapan Sia-Sia



Tentara Belanda memburu pasukan pejuang pimpinan Letnan Sudirmo. Untuk maksud ini Belanda menyebar mata-mata dan yang lebih disukai adalah mata-mata wanita. Mata-mata wanita ini akhirnya tertangkap oleh pasukan Sudirmo. Berhubung wanita, Sudirmo tidak tega untuk membunuh mata-mata tersebut dan cenderung merasa kasihan padanya. Wanita ini ditahan di rumah penduduk dengan penjagaan seadanya. Pada jam 8 malam, sang mata-mata melarikan diri setelah berpura-pura ingin kencing. Larinya mata-mata ini berakibat fatal. Sekitar jam setengah tiga pagi, September 1947, berdasarkan laporan mata-mata wanita tsb., Belanda mengepung markas pasukan Sudirmo.
 
Akhirnya Belanda mengetahui lokasi markas pejuang pimpinan Let. Sudirmo. Pada awal September 1947, jam setengah tiga pagi, Belanda mengepung markas pejuang yang kebanyakan sedang tidur. Saat itu Sersan Achmad  mendapat tugas jaga malam; ia merasakan firasat buruk namun tidak merasa curiga. Pada saat pergantian petugas jaga malam, tentara Belanda menyergap markas pejuang. Baru saja Sersan Achmad masuk ke dalam markas, pintu diketuk seseorang.  Sersan Achmad membuka pintu dan langsung ditodong dadanya oleh Belanda. “Menyerahlah, kalian sudah dikepung !”
 
Sersan Achmad ditodong dadanya oleh tentara Belanda. “Kamu TRI (Tentara Republik Indonesia), ya ?” bentak Belanda. “Ya !” jawab pejuang kita sambil menjatuhkan diri dan berguling-guling untuk menghindari tembakan Belanda. Ia masuk ke kamar tempat kawan-kawannya tidur. “Bangun semua, kita dikepung Belanda !”
Kopral Kasirun bangun dan, karena kesadarannya belum pulih, ia keluar rumah seenaknya sehingga diringkus tentara Belanda. “Jongkok !” perintah Belanda sambil menodong Kopral Kasirun. Saat itu kesadarannya sudah pulih, ia jongkok dan....bagaikan kodok ia meloncat ke kegelapan malam. Kopral Kasirun berhasil melarikan diri di tengah-tengah berondongan peluru Belanda.
 
Di dalam markas Sersan Achmad berunding dengan pejuang-pejuang lain. Mereka harus mengambil keputusan cepat karena pasukan Belanda sudah menyerbu masuk ke dalam markas. Berdasarkan pengamatan, mereka menyimpulkan bahwa sisi pengepungan yang terlemah adalah yg dekat dengan Sungai Cacaban (markas pejuang terletak di tepi sungai itu). Pejuang-pejuang kita menyerang tentara Belanda yang mengepung di sisi tsb lalu dengan cepat  membongkar pagar samping rumah.  Belanda menyadari bahwa pejuang bermaksud meloloskan diri lewat pagar tsb, maka tempat itu diserang habis-habisan. Tak terdengar suara tembakan balasan dari pejuang. Apakah mereka sudah mampus semua, pikir Belanda. Belanda kecewa karena tidak menemukan satu jenazah pun di tempat itu. Sersan Achmad dkk berhasil lolos dengan mencerburkan diri ke Sungai Cacaban. Semua pejuang lolos kecuali satu orang yg tertinggal dan kini ada di tengah-tengah tentara Belanda. Bagaimana nasibnya ?
 
Sersan Achmad mengumpulkan semua kawan-kawannya yang selamat. Jumlah pejuang kurang satu, tak lain tak bukan adalah Letnan Sudirmo, sang komandan sendiri. Saat disergap, Let. Sudirmo sedang lelap tertidur akibat lelah. Ia terlambat bangun dan tidak bisa bergabung dengan anak buahnya yang mencebur ke sungai. Markasnya dipenuhi tentara Belanda yang marah. Tak ada jalan keluar bagi Let. Sudirmo, namun ia tidak panik. Ia memiliki baju seragam tentara Belanda hasil rampasan. Ia selesai memakai seragam tsb ketika beberapa tentara Belanda memergokinya. Anehnya Belanda tidak menangkap Sudirmo. Mengapa ? Karena Let. Sudirmo menggabungkan diri dengan pasukan Belanda dan ikut mengobrak-abrik markas.  Pakaian dan figur pejuang kita ini mirip Belanda, ditambah lagi fasih berbahasa Belanda. Selanjutnya ia menjauhkan diri secara diam-diam dan bergabung kembali dengan pasukannya. Tak satu pun pejuang yang tertembak atau tertangkap Belanda padahal sudah terkepung rapat.



Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.

Pasukan Tegal Yang Ditakuti Patroli Belanda



Ketika penjajah Belanda menyerang kota Bandung, Tegal mengirimkan pejuang-pejuangnya ke sana, di antaranya adalah kompi Sardjono dan kompi Moh. Noer. Setelah mengetahui bahwa Tegal sudah jatuh ke tangan Belanda, kedua kompi ini pulang untuk menyelamatkan kotanya sendiri. Suatu hari kedua kompi bertemu dengan iring-iringan pasukan Belanda. Hasilnya adalah 2 unit truk dan 1 unit jeep Belanda hancur sedangkan sejumlah senjata berpindah ke tangan pejuang. Kedua kompi melanjutkan perjalanan hingga sampai di Malahayu, Brebes. Di sini mereka bertemu lagi dengan patroli Belanda. Dengan keberanian luar biasa pahlawan-pahlawan Tegal ini berhasil melucuti pasukan Belanda.



Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.
 

Surat Dari Jendral Sudirman


Setelah kota Tegal diduduki Belanda maka markas pejuang dipindahkan ke Bumijawa, kabupaten Tegal, tepatnya di Desa Muncanglarang. Suatu hari Letkol Susman, komandan pejuang, mencurigai aktivitas mata-mata di sekitar markasnya. Esoknya, tanggal 2/9/1947, markas pejuang dibombardir Belanda. Dengan dukungan pesawat tempur, Belanda berhasil menguasai Bumijawa. Belanda mengadakan pesta atas kemenangan yang gilang gemilang itu, kemenangan yang diraih tanpa seorang pun tentaranya tewas.  Dengan jatuhnya markas pejuang Tegal maka seluruh Tegal (kota maupun kabupaten) telah berhasil dikuasai mereka. Demikian anggapan mereka. Mereka tidak tahu bahwa dalam serangan ini memang tidak ada tentara Belanda yang mati tetapi juga tak ada korban jiwa di pihak Indonesia. Semua pejuang sudah menyingkir sehari sebelumnya. “Biarkan mereka bersenang-senang sebentar, nanti malam kita akan merebut kembali Bumijawa”, tekad Letkol Susman. 

Letkol Susman bersama seorang pejuang menyamar sebagai rakyat jelata. Seperti orang panik, keduanya berbaur bersama rakyat yang mengungsi ke sana ke mari. Dari hasil “ke sana ke mari” itulah Letkol Susman bisa mengetahui posisi dan kekuatan tentara Belanda. Di pendopo kecamatan, tentara Belanda sedang berpesta atas keberhasilannya menguasai Bumijawa. Hanya beberapa meter dari pasukan Belanda itu, serombongan rakyat yang kelaparan minta makanan pada Pak Camat. Salah seorang rakyat yang “kelaparan” itu adalah Letkol Susman. Dengan cara ini ia berhasil menemui Pak Camat, juga para lurah. Mereka mengadakan pembicaraan rahasia membahas rencana mengusir Belanda dari Bumijawa.

Pada siang hari tanggal 2/9/1947 penjajah Belanda menguasai Bumijawa, Kabupaten Tegal. Malam harinya, setelah melalui proses perencanaan yang melelahkan, pejuang mengepung markas Belanda.  Biasanya pejuang Indonesia menggunakan taktik “serang dan lari” namun kali ini mereka tak akan lari. Hanya ada dua pilihan : gugur atau berhasil mengusir Belanda dari Bumijawa. Pertempuran sengit berlangsung sampai jam 5 pagi.  Seperti biasa, tentara Belanda menghambur-hamburkan peluru ke segala arah : berharap bisa menakut-nakuti pejuang. Sementara Belanda melakukan serangan ngawur, pejuang menyerang secara teratur dan terarah. Waktu memasuki kota Tegal dada tentara Belanda dibusungkan, kini dada mereka dipenuhi perasaan takut. Kesombongan mereka waktu menyerang kota Tegal kini harus dibayar mahal dengan banyaknya tentara Belanda yang tewas di ujung peluru.

Pada perang di Bumijawa, Tegal, malam hari tanggal 3/9/1947 tentara Belanda kalah telak. Dengan demikian Belanda menguasai Bumi Jawa hanya beberapa jam saja. Sungguh naif jika Belanda beralasan bahwa kondisi malam yang gelap dan hujan rintik menyebabkan mereka terdesak. Tentara Belanda sudah terlatih di berbagai medan perang dan dalam segala cuaca (mereka aktif dalam Perang Dunia II di medan Eropa dan Asia). Mereka biasa perang di malam hari. Perang dalam kondisi gerimis ? Itu masalah kecil karena mereka biasa bertempur di medan bersalju. Sebaliknya dengan pejuang Tegal yang pengalamannya masih minim. Pejuang Tegal belajar ilmu perang dari Jepang hanya paling lama 3 tahun. Sebagian besar pejuang Tegal belum pernah mengalami perang betulan. Pemilihan waktu serangan malam hari adalah kecerdikan pejuang Tegal. Pada malam hari pesawat tempur Belanda tidak berdaya. Singkat kata, Belanda harus menerima kenyataan pahit bahwa pemuda-pemuda Tegal  - yang lima tahun lalu masih buta masalah militer – kini menjadi pasukan perang yang tangguh. Akhirnya tentara penjajah ini meninggalkan Bumijawa. Go to hell !
 
Berita kemenangan pejuang dalam perang melawan Belanda di Bumijawa menyebar luas dengan cepat. Bahkan kabar gembira tsb sampai ke telinga Panglima Besar Jendral Sudirman dalam waktu beberapa jam saja. Kemenangan di Bumijawa mengobarkan semangat juang pahlawan-pahlawan kita di semua daerah. Di banyak medan pertempuran, dengan taktik yang digariskan oleh Jendr. Sudirman, pejuang-pejuang kita hampir selalu menang melawan Belanda. Sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan, pada tanggal 3 September 1947 pejuang dan rakyat mengadakan acara syukuran dan upacara kemenangan atas perang di Bumijawa.  Yang membuat mereka bangga adalah pada saat  upacara akan dimulai  datang kurir membawa surat dari Jendral Sudirman. Melalui surat tersebut Jendral Sudirman memberikan penghargaan atas keberhasilan pejuang-pejuang Tegal mengusir Belanda.



Sumber tulisan : Achmad. 1986. Tegal Berjuang. Markas Cab. Legiun Veteran RI Kab/Kodya Tegal. 133 hal.